Minggu, 20 Juli 2008

PASAR DESA YANG TERLUPAKAN


Oleh. Yunanto Sutyastomo

Revitalisasi pasar tradisional telah menjadi jawaban penting menyangkut persoalan antara pasar tradisi dengan pasar modern. Tetapi ada yang terlupakan dari program revitalisasi pasar tradisi, yaitu tidak terperhatikannya pasar tradisional pedesaan. Pasar desa merupakan perintis atau bisa dikatakan jejak pertama berdirinya pasar tradisional di kota-kota besar.

Tumbuh di desa-desa dan berawal dari proses barter, ketika uang belum menjadi alat tukar jual beli. Seiring dengan perkembangan waktu pasar desa berkembang menjadi ruang perdagangan bagi desa-desa lain. Ruang bagi penjualan barang-barang produksi antar desa yang berbeda. Semakin berkembang pasar, maka semakin bertambah pula fungsi dan peran pasar desa bagi masyarakat . Interaksi antar orang-orang dengan berbagai latar belakang sosial membuat pasar desa menjadi ruang sosial paling egaliter saat itu. Seperti ditulis diatas pasar desa menjadi ruang penjualan barang antar desa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa desa pada awalnya memiliki basis produksi yang cukup besar. Hal ini sekaligus menggambarkan peran pasar desa pada budaya agraris.

Tetapi kalau kita bandingkan dengan kondisi saat ini, hal tersebut sungguh sangat kontras. Pasar desa sebagai cerminan budaya agraris kini kian terdesak oleh modal ekonomi yang berbasis pada produksi industri. Memang pasar desa masih berdiri diberbagai pelosok desa di Indonesia, tapi fungsi dan peran pasar desa sebagai media transaksi barang antar desa tidak lagi terlihat. Hal ini juga berarti hilangnya simbol budaya agraris pada pasar desa.

Rapuhnya pasar desa sebagai simbol budaya agraris sebenarnya lebih disebabkan oleh kebijakan pemerintah. Pemerintah yang memiliki otoritas menentukan masa depan pasar desa lebih memilih kebijakan yang menempatkan modal sebagai hal terpenting. Perhatian pemerintah sangat kurang untuk pasar desa. Maka harus ada niatan politik dari pemerintah terhadap perbaikan pasar desa.

Yang pertama kali harus dilakukan adalah perlunya payung hukum bagi keberadaan pasar desa.. Perlindungan hukum pasar desa tentu berbeda dengan pasar tradisional di kota. Perlindungan pasar desa haruslah lebih menyeluruh dengan mempertimbangkan berbagai aspeknya , termasuk aspek social budaya. Perlindungan secara hukum ini adalah menempatkan pasar desa sebagai basis utama ekonomi. Pasar desa sebagai basis utama ekonomi kini kian terdesak. Sebagai contoh berdirinya minimarket dibeberapa daerah saat ini menjadikan pasar desa seperti terpinggirkan. Selain itu desain pasar desa sebagai ruang sosial saat ini tak terlihat lagi. Banyak pasar desa yang bagian depannya justru dibangun kios, yang keberadaannya menutup akses masyarakat. Maka payung hukum bagi pasar desa haruslah mampu menjelaskan posisinya didalam masyarakat.

Bersamaan dengan perlindungan hukum terhadap pasar desa, adalah pentingnya perubahan orientasi ekonomi dan beredarnya uang. Selama ini ekonomi terlalu terpusat ke kota, termasuk juga perputaran uang yang hanya terjadi di kota. Padahal kenyataan yang ada adalah kota tidak lagi memiliki daya dukung terhadap model ekonomi semacam ini. Selain itu model ekonomi yang memusat menjadikan proses urbanisasi berlangsung besar-besaran dan terjadi puluhan tahun. Pembangunan ekonomi haruslah didasarkan pada pemerataan, artinya kemajuan ekonomi juga harus dirasakan juga oleh warga desa.

Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah semakin banyaknya produksi barang pabrikan. Ini dapat dilihat dari besarnya jumlah barang pabrikan di pasar desa, padahal fungsi awal pasar desa adalah sebagai ruang jual beli barang antar desa. Sudah banyak usaha setingkat produksi rumah tangga yang tutup, karena tidak mampu bersaing lagi dengan produk pabrikan. Ini artinya peran pasar desa telah dimanfaatkan sebagai distribusi barang-barang yang tidak memiliki kaitan langsung dengan pembangunan ekonomi pedesaan. Dulu banyak orang mencoba mengidentifikasikan sebuah barang dengan desa pembuatnya. Tapi kini pusat-pusat produksi barang tersebut tinggallah sejarah semata. Maka tidak akan ada artinya bila perlindungan terhadap pasar desa tidak disertai dengan perlindungan terhadap usaha kecil dan menengah di tingkat desa.

Menumbuhkembangkan lagi usaha kecil dan menengah pedesaan adalah dengan pembatasan distribusi barang pabrikan ke desa-desa. Pembatasan barang bukan berarti sebuah pelarangan, hanya pada barang-barang yang bisa diproduksi oleh masyarakat desa hal ini dilakukan. Upaya ini harus dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap usaha kecil dan menengah pedesaan. Maka dengan ini desa kembali sebagai pusat produksi, dan pasar desa kembali hidup sebagai ruang ekonomi dan social yang sehat. Kematian yang membayangi pusat-pusat produksi lokal yang kita kenal seperti Troso, Bayat, Cawas atau Ceper haruslah dicegah saat ini, apabila pasar desa kembali berfungsi seperti semula.


1 komentar:

ingat mati mengatakan...

alhamdulilah sudah ada yg konsent menangani masalah pasar desa yaitu ditjen PMD kementrian dalam negeri.dengan permendagri 42/2007 sebagai payung hukum, duharapkan dalam 5 thn sejak diterbitkan,pasar desa yg diambil alih oleh kabupaten dapat diberikan lg kepada pemdes. selain bantuan stimulan, bimbingan teknis kepada bPD,kades dan pengelola pasar juga secara bertahap dilakukan di seluruh pelosok nusantara dari perbatasan hingga daerah yg terpencil.