Oleh: Heri Priyatmoko
Sambil jigang Pakde Rusdi begitu enaknya menyantap pecel ndeso, oleh-oleh Rajiyem, istrinya, dari Pasar Grogol. Satu bungkus bongko yang tersaji di atas meja kian menambah gairah makan Pakde Rusdi pagi itu. Melihat Pakde Rusdi santai makan di emper rumah, Sutris yang hendak berangkat glidik di pabrik gamelan di Desa Wirun, mampir sebentar.
”Jam segini baru sarapan, Pakde?” Sutris basa-basi.
”Iya, setelah menyalakan disel di sawah, terus saya tinggal pulang sarapan,” sahut Pakde Rusdi.
”Gimana pekerjaan kamu, ramai tidak?,” tanya Pakde Rusdi sembari nyruput wedang teh karena kesereten nguyah bongko.
”Lumayan Pakde, sitik-sitik ono. Sing penting dapur iso kemebul,” jawab Sutris.
Sukoharjo merupakan wilayah yang memiliki berbagai industri, baik yang berskala besar, menengah maupun kecil. Industri kerajinan di Kota Makmur tersebar di berbagai daerah dan mampu menyerap ribuan tenaga kerja.
”Sentra industri di Sukoharjo sebenarnya bisa dikemas dan dijual sebagai salah satu alternatif jalur wisata, mengingat wilayah Sukoharjo minim objek wisata alam dan budaya seperti yang dimiliki Karanganyar dan Solo,” ujar Sutris.
”Di mana saja to, tempat-tempat industri di kota ini berada?” Pakde Rusdi polos.
”Banyak, Pakde. Ada grafir kaca di Desa Pabelan Kartosura, Manang, Grogol dan Baki Pandeyan. Kerajinan kain jumputan ada di Desa Wirun, Kecamatan Mojolaban. Tatah Sungging berlokasi di Desa Madegondo dan Telukan, Grogol. Sentra industri genteng press terdapat di Desa Jatisobo, Wirun, Joho, Demakan Kecamatan Mojolaban dan Desa Grogol Kecamatan Weru. Industri gamelan di Desa Wirun dan Desa laban Kecamatan Mojolaban. Industri gitar bertempat di Desa Ngrombo dan Mancasan, Baki. Industri kecil emping mlinjo di Desa Makam Haji. Rotan di Desa Trangsan, Kecamatan Gatak. Pusat kerajinan mebel kayu ada di Desa Telukan dan Desa Wirun,” terang Sutris panjang lebar.
Rajiyem datang membawa segelas minuman, lalu disodorkan untuk tamunya.
”Mari diminum Tris, nanti keburu dingin,” Pakde Rusdi mempersilahkan.
”Lha terus apa keunikannya, sehingga dapat menjadi daya tarik wisatawan?” tanya Rajiyem yang sedari tadi nguping pembicaraan mereka berdua dari dapur yang jaraknya hanya dipisahkan triplek.
”Keunikan barang dan sekaligus proses produksinya, yang mungkin masih dikerjakan berdasarkan ketrampilan tangan serta teknologi yang relatif sederhana,” jawab Sutris seraya menaruh kembali gelas di meja.
Dengan adanya ”resort zoning industry” yang tersebar di Sukoharjo dapat diintegrasikan menjadi satu paket industri wisata yang dikemas dengan kelengkapan fasilitas ruang pamer atau promosi dan atraksi seni. Menu wisata ini harus mengutamakan orientasi pada konsumen. Artinya, tak sekadar menampilkan gagasan hanya dengan orientasi produk dan bahan orientasi proyek, melainkan harus benar-benar pada kepentingan konsumen.
”Kalau begitu mesti bagaimana langkah Pemda untuk mengoptimalkan potensi ini biar bisa ditawarkan?” Pakde Rusdi mimik serius.
”Tentunya dinas yang menangani bidang pariwisata Kabupaten Sukoharjo mesti menggalang kerjasama dengan Biro Perjalanan Wisata dan pemilik usaha kerajinan pula. Karena produknya adalah wisata industri, maka Biro Perjalanan Wisata yang akan ditugasi sebagai pelaksana utama dari penjualan Program Wisata Industri. Kalau ini yang dimaksudkan, kunci sukses penjualannya yaitu dari aspek promosi. Promosi harus bagus, baru paket wisata industri bisa dijual,” Sutris dengan nada optimis.
”Wah, peluang ini memang potensial untuk dikembangkan. Selain untuk memperbaiki citra pariwisata Kota Makmur yang sudah lama ”tertidur pulas”, dampaknya juga dapat meningkatkan sektor industri di daerah,” sahut Pakde Rusdi.
”Pakde, saya berangkat kerja dulu. Namanya juga buruh, takut juragan marah,” Sutris pamit.
Suara Merdeka 1 Desember 2008
Rabu, 10 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar