Senin, 04 Januari 2010

Menuju Pilkada Solo

Heri Priyatmoko

Beberapa waktu lalu, kabar sedap kembali menyeruak dari dalam gedung balaikota Surakarta. Kota Bengawan yang baru saja menyabet tiga penghargaan di bidang pengelolaan, keuangan, pariwisata dan kesehatan, kini penghargaan kembali menyapa dari Majalah Venue. Walikota Solo, Jokowi –panggilan asyik Joko Widodo– dinobatkan sebagai walikota terbaik tahun 2009 dalam pengembangan meeting, incentives, confrence, and exhibitions (MICE) di daerahnya. Penilaian Indonesia MICE Award tersebut didasarkan pada pengamatan atas sederetan acara di Kota Solo sepanjang 2009.

Dari hasil pencapaian prestasi ini, maka kian melambungkan kepercayaan Jokowi untuk ”bertempur” ke panggung pilkada tahun depan. Memang, karier dia lumayan gemilang karena memahami apa yang telah disuarakan oleh pakar sejarah bahwa karakteristik masyarakat Solo cenderung ngalah, ngalih dan ngamuk dalam saban menghadapi masalah perkotaan yang merugikan mereka dan itu tidak diselesaikan secara tuntas. Di balik ketenaran nama Jokowi yang diawali dengan suksesnya merelokasi PKL Banjarsari tanpa gesekan, bagaimanapun beribahasa tiada gading yang tak retak masih berlaku untuknya. Lelaki tinggi yang bekas siswa SMU 6 Surakarta ini harus ”lempar handuk” ketika menghadapi persoalan tumpukan sampah di TPA Mojosongo dan banjir Solo bagian timur. Ia tiada sanggup membebaskan kotanya dari dua problem lawas tersebut.



Oleh karena itu, ada baiknya, barang siapa yang hendak mencalonkan diri sebagai balon semestinya sejak awal menyiapkan strategi untuk mengatasi masalah klasik itu selain tujuh fasilitas dasar rakyat yakni permukiman, air bersih, transportasi, prasarana, kesehatan, pendidikan. Kemudian, aspek demokrasi lokal yang telah subur dengan indikator tingkat daya kritis masyarakat yang meningkat serta aspirasi masyarakat yang kian mendapat tempat, juga semestinya diperhatikan oleh balon. Sebab, dari situ pula masyarakat bisa melakukan pengontrolan kinerja balon apabila kelak lolos naik kursi AD1.

Kini, masyarakat sudah semakin cerdas dan mereka tidak akan begitu mudahnya menyerahkan kotanya kepada orang yang tidak mau mendengarkan kritik warga. Kita berharap, siapa pun yang terpilih kelak harus menjadi walikota bagi segenap lapisan masyarakat Kota Solo yang multi etnis alias tidak berpihak. Pasalnya, lembaran sejarah lokal telah mendokumentasikan dengan rapi beberapa kali insiden konflik etnis, yang salah satunya akibat dari ulah pemimpin yang semau gue, tak mengerti manajemen perkotaan dan tidak berusaha memahami isi hati rakyatnya serta fokus kepada salah satu kelompok tertentu. Apakah anda minat menjadi balon walikota?

RADAR SOLO 21/12/09

Tidak ada komentar: