Oleh: Heri Priyatmoko
Judul Buku : Laskar Pelangi: The Phenomenon
Penulis : Asrosi S. Karni
Penerbit : Mizan, Bandung
Cetakan I : September, 2008
Tebal : 262 Halaman
Daun kalender menunjuk angka 25 September 2008. Di bioskop terlihat berderet antrean panjang pengunjung di depan loket bak antrean BBM di SPBU menjelang kenaikan harga. Karcis laris manis bagai kacang goreng. Kursi bioskop terisi penuh. Pemutaran perdana Film Laskar Pelangi meledak. Ratusan orang tidak mau melewatkan film yang dibesut oleh Riri Reza dan Mira Lesmana tersebut. Apresiasi publik cukup menggembirakan karena disuguhkan tema kemiskinan, pendidikan, cinta-kasih, dan kesetiakawanan yang mengharu biru.
Novel pembangun semangat karya pegawai Telkom tersebut, telah membuat sejarah di dalam dunia pustaka di Indonesia. Di sini, Asrosi S. Karni, hadir dengan bukunya “Laskar Pelangi: The Phenomenon”. Yang ditulis wartawan di Majalah Gatra itu amat menarik, berisi kisah-kisah mereka yang terbuai novel Laskar Pelangi. Dedikasi Bu Mus (panggilan Ibu Muslimah) di novel Laskar Pelangi menjadi role mode bagi sejumlah perempuan. Contoh, Rika Adriana, seorang gadis kelahiran 1983 asal Pontianak ini. Kisah jenaka anak-anak Laskar Pelangi, daya tarik sosial pendidikan Bu Mus, dan eksotika Pulau Belitong, bikin Rika susah tidur. Pikirannya kian berkecambuk untuk bisa merambahi pulau yang menjadi setting dalam novel.
Sindrom akibat baca tetralogi Laskar Pelangi akhirnya mengantarkan Rika menjalani petualangan menjelajahi saban jengkal wilayah seperti yang ditulis Andrea. Bermodal jual komputer, Rika berangkat penuh semangat. Bermacam pengalaman penuh makna ia dapatkan. Mulai jadwal kapal yang molor sekian jam yang bikin kesal, mendorong angkot, ditangkap polisi karena naik tower, sampai menginap di rumah Bu Mus yang baginya bagaikan mimpi.
Gila
Cerita tak kalah seru yang diulas Asrosi adalah sepasang anak muda merajut cinta gara-gara novel Edensor. Mereka bernama Mega Hutagama dan Teguh Oktavianto. Pertemuan kali pertama di gerbong kereta api jurusan Surabaya-Malang. Mega yang seorang mahasiswi Universitas Brawijaya tersebut memberanikan diri berkenalan dengan Teguh ketika di dalam gerbong, karena melihat Teguh sedang asyik membaca Edensor. Mega memang sejak awal sudah terlanjur “gila” sama Laskar Pelangi, maka Mega tak bisa menahan diri untuk mengobrol lebih jauh tentang novel karangan anak Belitong itu. Selepas obrolon ini, komunikasi pun berlanjut dan Teguh menyatakan keseriusannya menjalin hubungan. Mega tak langsung mengangguk setuju, ada syarat yang mesti Teguh penuhi, yaitu di balik sampul belakang buku Edensor harus ada tanda tangan Andrea.
Demi cinta, tantangan dilakoni. Teguh terus memantau jadwal Andrea lewat internet. Tibalah waktu saat Andrea berjumpa fans di Surabaya, secepatnya kesempatan ini tak dibuang Teguh. Meski berdesak-desakan dan nafas ngos-ngosan, ia akhirnya mendapatkan tanda tangan seperti apa yang diharapkan calon kekasih. Di sini, inspirasi kunci yang ditulis Asrori ialah sastra mampu menstimulasi benih asmara dan kemauan kuat mencapai target.
Laskar Pelangi bertutur tentang petualangan sepuluh anak kampung Melayu Belitong yang hidup dalam kemelaratan. Mereka secara tidak disengaja dipersatukan manakala sama-sama memasuki bangku sekolah di kampungnya. Keragaman karakter Laskar Pelangi yang terjaga kekonsistenannya hingga akhir cerita membuat alur cerita dalam novel ini kian menantang. Dari semua tokoh Laskar Pelangi yang menjadi inspirasi Nico, yakni Lintang si super jenius. Nico adalah mahasiswa pecandu narkoba yang terkenal keras kepala sehingga membuat orangtuanya putus asa. Suatu hari, ia menangis sesenggukan dalam kamar. Setelah dintip orangtuanya, ternyata Nico sedang membaca Laskar Pelangi. Selepas membaca, Nico sadar, merasa malu pada Lintang yang terpaksa berhenti sekolah karena ayahnya meninggal dan kurang biaya. Berkat novel Laskar Pelangi, Winarti, orangtua Nico mengucapkan terima kasih kepada Andrea dalam progam Kick Andy, yang merasa anaknya terselamatkan dari bahaya narkoba atas jasa Andrea.
Memikat
Memang, keseluruhan kisah Laskar Pelangi tersaji dengan sangat memikat. Pembaca akan dibuat tercenung, menangis dan tertawa bersama kepolosan dan semangat juang para Laskar Pelangi. Logis, bila saban Andrea mengisi seminar, pasti ribuan pembaca tetralogi Laskar Pelangi antre berjam-jam untuk mendapatkan tanda tangan atau foto bersamanya. Tak hanya di Indonesia, di Malaysia saat Andrea menghadiri acara pameran buku antarbangsa, warga Singapura rela menyeberangi Malaysia untuk menyaksikan Andrea.
Sementara di dunia akademik, ada sekitar 12 skripsi dan tesis mengkaji novel best seller ini. Selain kehadiran novel mencengangkan, tapi kesuksesan penjualan novel juga mampu merontokkan mitos “kutukan tiga ribu”, yaitu buku sastra susah menembus penjualan tiga ribu eksemplar selama setahun. Novel itu membuat Andrea berkantong tebal, meraub royalti Rp 2 miliar lebih.
Dalam acara Kick Andy beberapa pekan lalu, Asrosi mengaku dalam membuat buku ini memerlukan waktu tiga bulan untuk riset lapangan dan wawancara mendalam Andrea. Isi buku lumayan padat dan enak dibaca. Sari-sari novel Laskar Pelangi yang tersampaikan di sini layak dibaca oleh mereka yang merasa termaginalkan, tidak punya spirit maju, atau diderap kemiskinan yang berjuang untuk lewat pendidikan.
Dimuat Suara Merdeka, 12 Oktober 2008
Senin, 13 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar