Selasa, 06 Mei 2008

Warisan Ki Hadjar Dewantara


Oleh: Bandung Mawardi

Ki Hadjar Dewantara (2 Mei 1889 – 26 April 1959) memberi warisan penting dalam dunia pendidikan Indonesia. Warisan terpenting dari Ki Hadjar Dewantara adalah Taman Siswa yang menjadi representasi institusi pendidikan pribumi pada masa kolonial dan tetap eksis sampai hari ini.

Warisan penting lainnya adalah tulisan-tulisan Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan dan kebudayaan. Tulisan-tulisan itu dikumpulkan dan diterbitkan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa dalam buku Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian I Pendidikan (1962) dan Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian II: Kebudayaan (1967).

Buku Bagian I Pendidikan terbagi dalam 8 bab: pendidikan nasional, politik pendidikan, pendidikan kanak-kanak, pendidikan kesenian, pendidikan keluarga, ilmu jiwa, ilmu adab, bahasa. Tulisan tertua dalam buku ini yakni “Pendidikan dan Pengajaran Nasional” yang disampaikan sebagai prasaran dalam Kongres Permufakatan Pergerakan Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada 31 Agustus 1928. Ki Hadjar Dewantara dalam tulisan itu mengatakan bahwa kemerdekaan dalam dunia pendidikan memiliki tiga sifat: berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dapat mengatur diri sendiri. Buku Bagian II Kebudayaan terbagai dalam 5 bab: kebudayaan umum, kebudayaan dan pendidikan/kesenian, kebudayaan dan kewanitaan, kebudayaan dan masyarakat, hubungan dan penghargaan kita.

Dua buku itu adalah representasi pemikiran dan pembuktian dalam praktik pendidikan dan pengajaran dari Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan dan kebudayaan adalah basis kehidupan yang menentukan kualitas manusia dan bangsa.

* * *

Sekian pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam dunia pendidikan dan kebudayaan menjadi anutan dan inspirasi yang memberi kesadaran kritis atas peran pendidikan dalam konstruksi Indonesia. Perhatian Ki Hadjar terhadap pendidikan mulai intensif ketika menjadi orang politik yang dibuang dan diasingkan di negeri Belanda (1913-1919). Pengasingan dan pembuangan itu bermula dari aktivitas politik dan jurnalistik Ki Hadjar Dewantara. Fakta sejarah yang membuat Ki Hadjar Dewantara dijuluki sebagai politikus radikal adalah publikasi tulisan Als ik een Nederlanderwas (Seandainya Saya Seorang Belanda) pada tahun 1913.

Selama ada di negeri Belanda Ki Hadjar Dewantara justru tekun belajar masalah pendidikan dan kebudayaan. Tiga tokoh pemikiran pendidikan yang memberi pengaruh besar terhadap Ki Hadjar Dewantara adalah Montessori, Rudolf Steiner, dan Rabindaranath Tagore. Ki Hadjar Dewantara memutuskan untuk mendirikan Taman Siswa (1922) sebagai tindakan riil dalam perkara pendidikan dan kebudayaan dalam kuasa kolonialisme Belanda. Keputusan itu yang membuat Ki Hadjar Dewantara yakin bahwa pendidikan dan kebudayaan adalah elemen penting dalam perlawanan terhadap kolonialisme. Pendidikan menjadi basis pembentukan identitas dan kepribadian manusia dan bangsa Indonesia.

Peran Ki Hadjar Dewantara dalam dunia pendidikan dan kebudayan mendapatkan pengakuan dari pemerintah Indonesia dalam bentuk penghargaan sebagai Bapak Pendidikan Nasional dan Pahlawan Nasional. Penghargaan juga dibuktikan oleh Universitas Gadjah Mada yang memberikan gelar doctor honoris causa. Penghargaan penting untuk hari ini yang mesti ditunjukkan adalah apresiasi terhadap pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara dan ikhitiar untuk merealisasikannya dalam dunia pendidikan Indonesia dengan kemungkinan interpretasi ulang dan pembaharuan.

* * *

Mengingat Ki Hadjar Dewantara dan merayakan Hari Pendidikan Nasional adalah memperkarakan nasib dunia pendidikan Indonesia sekarang yang mengandung sekian dilema dan ambiguitas. Ki Hadjar Dewantara adalah penganjur dan penuntut bahwa pendidikan adalah hak rakyat Indonesia yang harus direalisaiskan dengan konstitusi dan sistem yang demokratis. Hak pendidikan itu sampai hari ini masih menjadi utang yang belum terlunaskan oleh pemerintah.

Pendidikan sebagai basis penentu identitas dan kepribadian manusia dan bangsa Indonesia justru dinodai dengan pelbagai pelanggaran etika, korupsi, komersialisasi, dan manipulasi. Dunia pendidikan Indonesia hari ini seakan mengambil jalan membelok yang mungkin tersesat tanpa ada referensi dan orientasi yang jelas.

Siapa mau belajar kembali pada Ki Hadjar Dewantara? Siapa mau membaca tulisan-tulisan Ki Hadjar Dewantara?

(Dimuat di Harian Jawa Pos, 4 Mei 2008)

Tidak ada komentar: