Yunanto Sutyastomo
Waktu yang Menunggu
Waktu menungguku mati
Jarak kian dekat
Kita berjalan melewati kelam
Duka-duka kini datang berurutan
Bandung Mawardi
Aku Membenci Prosa
Aku membenci prosa yang lahir dari mulut ayah sebelum mengutuk ibu dan rumah.
Warisan fitnah dari nenek habis untuk menebus malu dan siksaan ketika aku membuat iklan kematian dengan sakit hati.
Prosa itu tidak memiliki konstitusi dan judul yang menyimpan perang dan perih. Prosa yang bebal.
Aku ingat adegan nenek yang bunuh diri karena gagal memasak dongeng hantu dan puisi. Nenek mati.
Ayah takut. Ibu gila. Rumah mati. Aku menulis benci dengan frase-frase yang sakit.
Aku membenci prosa. Aku mau membunuh prosa.
Haris Firdaus
Kalender yang Berbau Darah
Barangkali kita bersemayam dalam kalender
yang terbuat dari pahatan batu-batu,
di mana angka-angka saling bunuh,
dan perasaan membawa payung
karena takut hujan akan datang.
“Di sini, hari libur dan tanggal merah
sudah dihiasi oleh angka-angka yang lain.”
Kita saksikan: manusia membawa batu-batu
sibuk membuat kalender baru
untuk dijual dengan harga tinggi
“Semua kalender itu, pasti berbau darah,”
kataku sambil menarik lenganmu ke sebuah
sudut angka.
Lalu beberapa angka menangis
sambil menurunkan tubuh temannya
ke sebuah waktu yang sangat lampau.
2oo8
Ridho al Qodri
Kisah Pohon
Buat: K
Suatu waktu nanti, pasti kau
akan ingat sajak ini, yang kutulis
sambil kuingat saat-saat kita
berdekatan di sekitar pohon-pohon itu.
Kukira kita tak pernah bisa menerka
mengapa tiap daun tak pernah sama.
Itukah keindahan, pikirku, di mana ujung-
ujung daun yang tenang terlihat berbeda:
ada yang mencuat ke atas, ada yang ke samping,
ada yang saling merapat, ada yang kecil atau lebar,
ada yang meliuk agak rendah.
Itukah keindahan, pikirku, di mana
tiap ranting tak persis sama:
begitu tenang, bermacam arah tak terduga.
Atau seperti itukah kecantikan, pikirku,
ketika diam dan pandangmu memuat makna berbeda?
Itukah kecantikanmu, pikirku, di mana
kata-katamu yang berhamburan ingin
menggapai seluruh ujung dunia, seluruh
arah yang tak persis terlihat.
Begitulah cintaku padamu, seperti
kukagumi pohon-pohon itu,
yang mendesakkan ilham padaku:
meski sederhana, akar yang tenang
dan yang meronta banyak cara pandang.
11 – 2o April 2oo8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar