Selasa, 06 Mei 2008

Iklan Puisi Edisi 1

Yunanto Sutyastomo

Waktu yang Menunggu

Waktu menungguku mati

Jarak kian dekat

Kita berjalan melewati kelam

Duka-duka kini datang berurutan


Bandung Mawardi


Aku Membenci Prosa

Aku membenci prosa yang lahir dari mulut ayah sebelum mengutuk ibu dan rumah.


Warisan fitnah dari nenek habis untuk menebus malu dan siksaan ketika aku membuat iklan kematian dengan sakit hati.


Prosa itu tidak memiliki konstitusi dan judul yang menyimpan perang dan perih. Prosa yang bebal.


Aku ingat adegan nenek yang bunuh diri karena gagal memasak dongeng hantu dan puisi. Nenek mati.


Ayah takut. Ibu gila. Rumah mati. Aku menulis benci dengan frase-frase yang sakit.


Aku membenci prosa. Aku mau membunuh prosa.



Haris Firdaus


Kalender yang Berbau Darah


Barangkali kita bersemayam dalam kalender

yang terbuat dari pahatan batu-batu,

di mana angka-angka saling bunuh,

dan perasaan membawa payung

karena takut hujan akan datang.


“Di sini, hari libur dan tanggal merah

sudah dihiasi oleh angka-angka yang lain.”


Kita saksikan: manusia membawa batu-batu

sibuk membuat kalender baru

untuk dijual dengan harga tinggi


“Semua kalender itu, pasti berbau darah,”

kataku sambil menarik lenganmu ke sebuah

sudut angka.


Lalu beberapa angka menangis

sambil menurunkan tubuh temannya

ke sebuah waktu yang sangat lampau.


2oo8


Ridho al Qodri


Kisah Pohon

Buat: K


Suatu waktu nanti, pasti kau

akan ingat sajak ini, yang kutulis

sambil kuingat saat-saat kita

berdekatan di sekitar pohon-pohon itu.


Kukira kita tak pernah bisa menerka

mengapa tiap daun tak pernah sama.


Itukah keindahan, pikirku, di mana ujung-

ujung daun yang tenang terlihat berbeda:

ada yang mencuat ke atas, ada yang ke samping,

ada yang saling merapat, ada yang kecil atau lebar,

ada yang meliuk agak rendah.


Itukah keindahan, pikirku, di mana

tiap ranting tak persis sama:

begitu tenang, bermacam arah tak terduga.


Atau seperti itukah kecantikan, pikirku,

ketika diam dan pandangmu memuat makna berbeda?


Itukah kecantikanmu, pikirku, di mana

kata-katamu yang berhamburan ingin

menggapai seluruh ujung dunia, seluruh

arah yang tak persis terlihat.


Begitulah cintaku padamu, seperti

kukagumi pohon-pohon itu,

yang mendesakkan ilham padaku:

meski sederhana, akar yang tenang

dan yang meronta banyak cara pandang.


11 – 2o April 2oo8

Tidak ada komentar: