Jumat, 13 Maret 2009

Menyemaikan Balai Soedjatmoko

Bandung Mawardi

Balai Soedjatmoko Solo tahun ini mulai menggeliat untuk menjadi situs wacana dan ruang publik. Situs yang terletak di Jalan Slamet Riyadi Nomor 284 ini mulai diresmikan sejak tahun 2004 oleh Jakob Oetama dengan harapan bisa menjadi ruang untuk persemaian pelbagai aktivitas intelektual, seni, dan edukasi, dan kultural di Solo. Jakob Oetama mengatakan bahwa penamaan Balai Soedjatmoko memiliki niat untuk pelestarian bangunan rumah dan melacak jejak teladan kecendekiawanan Soedjatmoko (1922-1989) yang pernah tinggal di Solo.
Situs itu semula merupakan rumah Prof. Dr. KRT. Saleh Mangundiningrat yakni ayah Soedjatmoko. Rumah tua yang dibangun pada zaman kolonial itu mulai dijadikan sebagai ruang untuk pelbagai aktivitas publik. Pameran lukisan, fotografi, diskusi, pameran buku, dan acara pendidikan mulai digelar dengan melibatkan publik. Pelbagai aktivitas itu memang diorientasikan untuk memberi warna khas Balai Soedjatmoko sebagai ruang publik.
Balai Soedjatmoko pun perlahan menjadi titik penting dalam dinamisasi seni, intelektual, dan kultural di Solo. Penguatan orientasi itu menguat mulai tahun ini dengan pelbagai program untuk memberi legitimasi Balai Soedjatmoko sebagai situs persemaian wacana. Ikhtiar ini dilakukan dengan menggandeng pelbagai tokoh dan institusi di Solo. Balai Soedjatmoko dengan pelbagai fasilitas yang ada ingin menjadi ruang inklusif untuk pihak-pihak yang peduli dengan seni, intelektualitas, dan kultural.
Diskusi tentang pemikiran-pemikiran Soedjatmoko digelar dengan mengundang pelbagai kalangan dengan tema-tema khusus. Diskusi itu direncanakan dilakukan tiap tiga bulan sekali. Diskusi rutin sastra dilakukan tiap awal bulan memakai titel Ngudarasa Sastra dengan tema-tema berbeda. Diskusi ini dikerjakan bersama Bale Sastra Kecapi sebagai pelaksana. Pemutaran film pun dijadwalkan tiap bulan dengan jenis-jenis film pilihan mulai dari film kelas festival sampai dokumenter. Program film ini kerja bareng dengan Rumah Dokumenter. Program-progarm lain pun diadakan secara insindental untuk mengakomodasi perhatian dari pelbagai kalangan.
Balai Soedjatmoko perlahan memainkan peran penting untuk ikut meramaikan Solo yang sudah memiliki situs-situs penting: Taman Budaya Jawa Tengah, Institut Seni Indonsesi di Solo, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Taman Hiburan Rakyat Sriwedari, Taman Balekambang, Museum Radya Pustaka, dan lain-lain. Peran untuk ikut menggairahkan geliat seni, intelektual, dan kultural di Solo tentu membutuhkan kerja bareng dan inklusivitas. Hal itu menjadi dalil dari pihak pengelola Balai Soedjatmoko.
Pelbagai program kerja di Balai Soedjatmoko memang diorientasikan untuk memberi kontribusi pada Kota Solo sebagai Kota Budaya. Keberadaan situs ini tentu jadi tanda untuk mengetahui jejak-jejak historis dan menciptakan utopia kebudayaan di Solo. Balai Soedjatmoko ingin dimiliki oleh publik dengan membentuk komunitas-komunitas sebagai bentuk ikatan intim atas dalil interaksi dan komunikasi. Balai Soedjatmoko seperti meneruskan kerja kultural yang sudah dikerjakan oleh Bentara Budaya Yogyakarta dan Bentara Budaya Jakarta tapi dengan keunikan tersendiri sesuai dengan sosok Soedjatmoko sebagai ikon intelektual. Begitu.

Dimuat di Kompas Jateng (12 Maret 2oo9)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

keep contact and keep struglle bro... ^_^